Mengungkap Tabir Chinese Medicine (TCM) part 5 : Menelisik Lebih Dalam Cara Akupunktur Meredakan Rasa Sakit

Dalam artikel ini, kita akan membahas salah satu teori terbaru tentang bagaimana akupunktur meredakan nyeri. Saya akan menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dipahami bagi pembaca yang tidak memiliki latar belakang ilmiah, namun saya juga akan menyertakan referensi di akhir artikel bagi yang ingin mengetahui detail teknisnya.

Perlu diingat bahwa penelitian tentang nyeri adalah topik yang terus berkembang, dan setiap tahun semakin banyak yang diketahui tentang mekanisme penghilangan nyeri melalui akupunktur. (Sebagai catatan menarik, menurut Profesor Bruce Pomeranz dari Universitas Toronto, kita tahu lebih banyak tentang analgesia akupunktur daripada banyak obat kimia yang digunakan secara rutin. Misalnya, kita tahu sedikit tentang mekanisme gas anestesi, tetapi tetap menggunakannya secara teratur. 1)

Apa yang akan saya bagikan kepada Anda di sini merupakan informasi terbaru dari American Academy of Pain Management dan artikel yang diterbitkan dalam jurnal peer-reviewed terkemuka.

Fisiologi rasa sakit

Sebelum menjelaskan mekanismenya, saya harus memberikan sedikit latar belakang tentang fisiologi dan neurologi yang terlibat.
Ada dua jenis saraf yang terlibat dalam persepsi rasa sakit: saraf sensorik (nocioceptive) dan saraf posisi (proprioceptive). Kedua jenis saraf ini aktif secara bersamaan di area di mana kita merasakan nyeri.
Saraf-saraf ini mengalir menuju ke tulang belakang dan meneruskan informasinya ke neuron di traktus spinotalamik. Traktus ini berjalan ke bagian lateral dorsal sumsum tulang belakang hingga ke otak tengah.

Saraf sensorik mendeteksi nyeri. Saraf posisi memberitahu otak dari mana nyeri tersebut berasal. Jadi, saraf sensorik berkata “sakit!” dan saraf posisi berkata “lututku!”.

Ada dua jenis saraf sensorik yang terlibat dalam respons akupunktur. Ada serabut A-Delta, yang mentransmisikan pesan nyeri tajam dan membakar. Dan ada serabut C, yang mentransmisikan pesan nyeri tumpul dan berdenyut. Serabut A-Delta bertanggung jawab atas nyeri akut, dan sinyal yang mereka kirimkan bersifat singkat. Mereka beraktivitas sebentar lalu sinyalnya mereda. Serabut C bertanggung jawab atas nyeri kronis, dan beraktivitas dalam jangka waktu yang lebih lama.

Serat A-Delta dilapisi oleh selaput lemak mielin, dan sinyal yang mereka kirimkan bergerak dengan kecepatan 65.83 km/jam (itu sangat cepat lho!). Serat C tidak dilapisi mielin, dan sinyal yang mereka kirimkan bergerak dengan kecepatan 21,94 km/jam.

Serat A-Delta memediasi apa yang dikenal sebagai “gamma loop”. Gamma loop adalah mekanisme yang aktif saat Anda memasukkan tangan ke dalam api dan tangan Anda langsung menarik diri. Serat saraf ini merespons dengan sangat cepat sehingga tangan Anda segera ditarik keluar dari api. Nyeri kronis adalah masalah serat C, jadi sinyal serat C tidak bergerak secepat itu.

Sekarang, jika kekuatan sinyal saraf posisi (yang mendeteksi lokasi nyeri) sesuai dengan yang seharusnya, otak akan melepaskan zat penghilang nyeri alami yang kuat bernama enkephalin saat menerima sinyal serat C. Enkephalin kemudian menutup reseptor nyeri di otak, sumsum tulang belakang, dan pembuluh kapiler di area nyeri. Ini menghentikan nyeri secara instan.


Ketika terjadi gangguan

Sayangnya, ini tidak terjadi pada orang dengan nyeri kronis. Mengapa? Penjelasan saat ini adalah bahwa sinyal saraf posisi yang naik ke otak terlalu lemah. Otak tengah tidak dapat menentukan asal nyeri, sehingga enkephalin tidak dilepaskan. Inilah mengapa orang dengan nyeri kronis sering kesulitan menentukan lokasi tepat nyeri. Ambang batas saraf pada jalur saraf posisi terlalu rendah, sehingga sinyal yang diterima otak tidak cukup jelas untuk mengidentifikasi sumber nyeri.
Karena otak tidak menerima sinyal, saraf terus mengirimkan sinyal. Dan terus mengirimkan sinyal. Seiring waktu, saraf menjadi meradang, yang pada gilirannya semakin melemahkan kemampuan sinyal untuk melampaui ambang batas dan mengirimkan pesan ke otak.
Itulah masalah pertama. Sinyal saraf terlalu lemah dan tidak merangsang otak untuk melepaskan obat penghilang rasa sakit alami.

Masalah kedua melibatkan mekanisme bertahan hidup yang telah berevolusi dalam otak sejak lama. Ambillah contoh cedera lutut. Ketika kita membenturkan lutut ke sesuatu, otak segera mengambil langkah untuk melindunginya. Otak tidak tahu apa yang terjadi pada lutut, tetapi ia mengasumsikan skenario terburuk. Mungkin Anda digigit ular berbisa, atau mungkin lutut Anda terluka parah dan kehilangan banyak darah.

Apa yang dilakukan otak dalam situasi ini adalah membatasi aliran darah ke lutut dan aliran darah kembali dari lutut. Ini sebenarnya pilihan yang sangat cerdas. Jika Anda digigit ular berbisa, mengurangi aliran darah di sekitar lutut akan mengurangi kemungkinan racun menyebar. Dan jika Anda terluka parah, mengurangi aliran darah akan mengurangi risiko pendarahan yang fatal.

Fenomena ini dikenal sebagai “guarding”. Salah satu hasil dari mengurangi aliran darah ke lutut adalah lutut menjadi kaku dan lemah (mulai paham kan maksudnya?). 
Otak ingin lutut terasa lemah karena berusaha melindungi lutut. Otak tidak ingin apa pun yang terjadi pada lutut mengancam peluang Anda untuk bertahan hidup. Jadi, otak mengorbankan kesehatan lutut demi menjaga Anda tetap hidup.

Ini adalah strategi yang bagus sebelum adanya kedokteran darurat modern. Hampir semua orang lebih memilih kehilangan fungsi lutut daripada mati. Tapi ini bukan pilihan yang harus kita pilih lagi, karena ketika kita terluka di lutut atau digigit ular, kita bisa pergi ke rumah sakit dan mereka bisa menyelamatkan nyawa kita. Masalahnya adalah, menghentikan aliran darah ke lutut – meskipun mungkin telah menyelamatkan nyawa manusia di masa lalu – secara drastis membatasi kemampuan lutut untuk sembuh.

Mengapa? 
Karena semua yang kita butuhkan untuk sembuh ada dalam darah.

Darah mengandung analgesik (obat penghilang rasa sakit), antiinflamasi, nutrisi yang diserap dari makanan, oksigen, hormon, dan zat kekebalan untuk melawan infeksi. Jika aliran darah ke area tertentu terganggu, penyembuhan tidak akan terjadi. Tidak ada aliran darah = tidak ada penyembuhan.
Mari coba kita berhenti sejenak dan pikirkan hal ini. Ini adalah fakta yang begitu jelas, namun sering diabaikan dalam dunia kedokteran. Hal ini tidak diajarkan secara langsung di sekolah kedokteran, tetapi ketika saya menjelaskannya kepada beberapa dokter, mereka semua mengatakan sesuatu seperti, “Oh iya. Saya tidak pernah memikirkannya seperti itu, tapi itu masuk akal.”

Bagaimana cara kerja akupunktur

Baiklah, sekarang kita akhirnya sampai pada bagian di mana saya menjelaskan bagaimana akupunktur berperan dalam hal ini. Menusukkan jarum ke kulit di titik-titik perifer “meningkatkan ambang batas saraf” pada jalur saraf yang terkait, sehingga sinyal dapat mencapai otak. Setelah sinyal mencapai otak, seluruh rangkaian peristiwa yang saya jelaskan di paragraf-paragraf di atas mulai terjadi. Otak mengenali adanya rasa sakit dan sumbernya, lalu melepaskan enkephalin (obat penghilang rasa sakit).

Respons awal ini sangat cepat. Pasien seharusnya merasakannya hampir seketika. Namun, setelah terapi akupunktur, pasien pulang dan rasa sakit kembali muncul. Kebiasaan buruk saraf yang secara kronis memicu sinyal di bawah ambang batas kembali terbentuk. Tubuh, sama seperti pikiran, sulit untuk menghilangkan kebiasaan buruk.

Namun, jika pasien kembali beberapa hari kemudian untuk mendapatkan pengobatan lagi, ambang batas saraf akan dilompati lagi. Dan jika Anda terus melompati ambang batas saraf, pada akhirnya sistem saraf pusat dan perifer menyadari bahwa lebih baik bekerja dalam keadaan tanpa rasa sakit daripada dalam keadaan sakit. Istilah teknis untuk ini adalah pemulihan homeostasis neurologis (re-establishment of neurological homeostasis).

Setelah ini terjadi, otak tidak lagi menerima sinyal nyeri dari lutut. Otak tidak lagi menganggap lutut terluka atau mengancam kelangsungan hidup tubuh. Sekarang, alih-alih membatasi aliran darah ke lutut, otak melakukan sebaliknya. Ia langsung melebarkan kapiler dan venula di sekitar lutut, yang meningkatkan aliran darah dan memulai proses penyembuhan.

Apa yang saya jelaskan di atas adalah cara akupunktur meredakan nyeri melalui sistem saraf perifer dan pusat. Ada mekanisme lain yang melibatkan aktivasi sistem kekebalan tubuh. Jarum akupunktur dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Memasukkan jarum ke dalam kulit menciptakan trauma mikro yang merangsang aktivitas sel-sel kekebalan yang mengontrol peradangan.

Ada jutaan sel kekebalan yang disebut sel mast di dermis kulit. Sel-sel ini seperti balon air yang berisi molekul lemak bernama leukotrien dan prostaglandin A & B. Ketika jarum dimasukkan ke dalam kulit, sel mast pecah dan melepaskan leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan saraf kulit di area tersebut bereaksi (yang mengaktifkan proses yang dijelaskan di paragraf sebelumnya). Leukotrien adalah zat anti-inflamasi terkuat yang dapat diproduksi tubuh.

Leukotrienes menyebabkan kapiler lokal melebar dan menjadi permeabel. Sel darah putih yang disebut makrofag bocor melalui kapiler dan segera mulai memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tusukan jarum.

Namun, penyembuhan yang disebabkan oleh tusukan jarum tidak terbatas pada kerusakan yang disebabkan oleh jarum. Jika ada kerusakan lain di area tersebut akibat trauma atau cedera sebelumnya, kerusakan tersebut juga akan ditangani oleh zat-zat imun yang dilepaskan oleh tusukan jarum.
Lebih lanjut, trauma mikro yang disebabkan oleh jarum memicu respons imun sistemik. Ini memicu penyembuhan jaringan lunak di seluruh tubuh – bukan hanya di lokasi penusukan jarum. Setelah jarum ditarik, luka yang disebabkan oleh jarum terus merangsang tubuh hingga luka tersebut sembuh.
Ini berarti efek anti-inflamasi akupunktur bertahan selama 2-3 hari (dan terkadang hingga seminggu) setelah jarum ditarik.

Ringkasan

Secara genetik, tubuh tidak dirancang untuk mengalami nyeri kronis. Tubuh akan melakukan segala upaya untuk menghilangkan nyeri. Akupunktur “mengingatkan” tubuh tentang cara kerjanya yang seharusnya, dan membantu mekanisme penghilang nyeri alami yang kuat untuk beraksi. Ini mirip dengan menyalakan mesin mobil yang mati. Anda tidak mengubah cara kerja mobil atau menambahkan apa pun ke mesin. Anda hanya memberikan kejutan kecil pada accu agar mobil dapat berjalan seperti seharusnya.

Penting untuk memahami bahwa mekanisme neurokimia ini tidak hanya memberikan penghilang rasa sakit, tetapi juga memicu homeostasis, penyembuhan jaringan, dan mengatur sistem kekebalan, endokrin, kardiovaskular, dan pencernaan. Ini menjelaskan mengapa pengobatan akupunktur untuk nyeri lutut juga mengatasi masalah lain yang mungkin Anda alami, seperti asma, sindrom iritasi usus, tekanan darah tinggi, kecemasan, dan insomnia.

Dalam artikel berikutnya dan terakhir dari seri ini, saya akan menjelaskan keunggulan pengobatan Tiongkok dibandingkan pengobatan Barat dalam pencegahan dan pengobatan kondisi kesehatan umum yang paling sering terjadi.


Ref
  • Pomeranz B. Acupuncture analgesia – basic research. In Stux G, Hammerschlag R, editors: Clinical acupuncture scientific basis. Berlin 2001. Springer
  • Biomedical Acupuncture for Pain Management, Yun-Tao Ma, Mila Ma & Zang Hee Cho
  • The Dao of Chinese Medicine, Donald Kendall
  • The Biology of Acupuncture, George Ulett & Songping Han
  • The Neuroimmune Basis of Anti-inflammatory Acupuncture, Ben Kavoussi & Evan Ross
  • Acupuncture in Medicine Journal (bagian dari British Medical Journal)

Emperor - Acupuncture & Wellness Center
Layanan kesehatan integratif dengan metode akupuntur kuno untuk keluarga para kaisar, TCM Food Therapy, dan therapeutic sport Tai Chi - Kan Kun. 

Komentar